Cerita Rakyat dari Musi Rawas
Anak-anak di Babat (tahun 1931) Suku Tengah Lakitan Ulu Terawas, Musi Rawas. ( Sumber : Tropen Museum) |
Cerita ini berasal dari dari Batu Kuning Lakitan Ulu Terawas, kabupaten Musi Rawas, Sumatra Selatan. Konon menurut legenda ada kerajaan lama bernama kerajaan Sriwijaya yang di pimpin oleh seorang raja arif bijaksana. Sang raja memiliki tujuh orang putra. Yang paling bungsu diberi nama Bute Puru. Bute artinya buta, Puru artinya koreng atau kurap. Oleh sebab itulah si bungsu diberi nama Bute Puru. Bute Puru merupakan anak yang cerdas, berbudi pekerti luhur. Lain sekali dengan keenam saudaranya. Semuanya berhati culas, jahat, dan kejam.
Suatu hari, sang raja memanggil ketujuh putranya. Sang raja menyampaikan bahwa dirinya sudah tua. Sudah sepantasnya dia digantikan oleh salah satu putranya.
“Anak-anakku…ayah sudah tua nak, sudah waktunya ayah harus istirahat ayah ingin salah satu kalian menggantikan ayah”
“Aku ayah! Aku! Akulah yang pantas menggantikan ayah” Jawab putra-putranya serentak. Hanya Bute Puru yang merunduk tak bergeming.
“Bagaimana denganmu bungsu, apakah kau tidak ingin menjadi raja?”
“Ayahanda raja, bukankah kita punya tata cara aturan pemilihan raja? Hanya ayahanda yang tahu di antara kami siapa yang pantas menjadi raja untuk menggantikan ayahanda?” jawab Bute Puru hormat. Sang raja tersenyum bahagia. Dalam hati ia memuji Bute Puru. Kemudian raja membacakan kriteria menjadi raja. Salah satu syaratnya cerdas, mempunyai kharisma dan berhati mulia. Hal itu hanya dimiliki oleh bungsu. Kharisma seorang pemimpin ada pada putra bungsunya.
“Baik, berikan ayah waktu untuk memilih siapa yang pantas menjadi raja menggantikan aku “ Kata Raja.
Raja mulai berpikir keras. Hanya si bungsu yang pantas menjadi pemimpin dan mempunyai kriteria sesuai dengan aturan adat mereka. Tapi raja ragu, bagaimana mungkin negeri besar ini akan dipimpin oleh seorang yang buta dan penuh koreng pula?. Tapi apa jadinya jika negeri yang besar ini dipimpin oleh raja-raja culas, serakah seperti keenam putranya?
Suatu hari, baginda raja pergi keluar kota untuk menghadiri perhelatan negara tetangga. Keenam putranya berembuk untuk menyingkirkan Bute Puru. Sebab mereka tahu, ayahanda pasti akan meilih Bute Puru untuk menjadi raja.
“Kita harus singkirkan Bute Puru dari bumi ini. Aku muak melihatnya. Buta! Puruan lagi! Chih!!” Kata Sulung.
“Betul Kanda! Kita lenyapkan saya Bute tu, aku juga tak suka dengannya!” Kata yang nomor tiga pula.
“Tapi mau kita singkirkan kemana? Dia itu kan adik kita juga kanda sulung?” Kata yang nomor enam.
“Aaa…mau kau bela pula bute puruan tu?” Kata nomor empat sambil meninju kepala nomor enam.
“Entahlah seperti orang yang mulia saja engkau” tambah nomor lima.
Akhirnya suatu malam Bute Puru mereka paksa keluar istana, dan dilemparkanlah Bute Puru ke dalam sungai yang deras. Berikut buku aturan undang-undang kerajaan mereka.
“Kak…apa salahku kak? Aku tidak pernah mengharap jadi raja” kata Bute Puru memelas.
“Ah..!! kami tahu ayahanda pasti akan memilih engkau Bute!! Kami tidak mau punya raja yang bute, puruan seperti kau! Ayahanda raja memang tidak punya mata. Kamilah sepantasnya menjadi raja. Tidak buta, dan tidak puruan!”
“Tapi….tapi…kak…aaauuuu”
“Byuuur!!!” Bute puru dilempar ke dalam sungai dan terbawa arus deras. Dengan susah paya Bute Puru berusaha mencari pegangan. Akhirnya ada sebilah bambu yang tersangkut di akar. Bute Puru berpegangan kuat-kuat dan berusaha naik ke darat. Dalam keadaan basah kuyup dan kedinginan, Bute Puru mencari tempat berteduh. Berteduhlah Bute Puru di bawah pohon yang besar.
Bute Puru tidak tahu kalau hari telah malam. Dan malam itu malam bulan purnama. Kebetulan pada malam itu lima dewa turun ke bumi untuk mengadakan sidang tentang kelanjutan kerajaan Sriwijaya. Dipilihnyalah kayu besar persis tempat Bute Puru berteduh. Sehingga pembicaraan mereka di dengar oleh Bute Puru.
“Kerajaan Sriwijaya itu akan tentram apabila dipimpin oleh Bute Puru. Bute Puru akan sembuh apabila mandi di air telaga dewa. Dia tidak akan buta dan puruan lagi” Kata salah satu dewa. Akhirnya, keesokannya berjalanlah Bute Puru berusaha mencari telaga dewa. Dia tidak tahu harus pergi ke arah mana. Tiba-tiba…”Byuur!!” Bute Puru terpeosok dan masuk dalam air. Ajaib!! Kulitnya yang korengan menjadi bersih bercahaya, dan matanya yang buta dapat melihat. Dengan penuh sukur Bute Puru berusaha kembali ke kerajaan ayahnya menyelusuri sungai ketika ia dilempar keenam kakaknya.
Ketika sampai ke hulu, Bute Puru melihat sekelompok orang sedang memancing di sungai, dari suaranya Bute Puru tahu mereka adalah orang yang dikenalnya. Tapi tak satupun yang mengenal Bute Puru.
“Ada apa ini? Apa yang dipancing wahai Tuan” Kata Bute Puru kepada Hulu Balang.
“Buku peraturan kerajaan kami di buang orang ke sungai ini. Dan pancing ini ada yang tersangkut, tapi tidak ada yang bisa menariknya. Anak-anak baginda raja tidak ada yang mau mengambilnya di dasar sungai.
“Baginda, bolehkan aku menyelaminya? Kata Bute Puru”
“Silakan anak muda” Jawab raja. Raja tidak tahu kalau orang yang dihadapanya adalah anaknya sendri. Akhirnya Bute Puru masuk ke dalam sungai. Sampai di dasar sungai Bute Puru melihat ada gua, dan melihat seorang gadis yang cantik luar biasa.
“Siapa kau Gadis…, apakah kau penghuni dasar sungai ini? Aku Bute Puru dari kerajaan di atas sana. Maaf..kalau kehadiranku tidak sopan. Aku tengah mencari kitab undang-undang yang jatuh kemari” Kata Bute Puru
“Aku Temiang, Buku itu ada dengan ayahku. O ya, ayahku seekor naga. Kau harus beralih rupa. Kalau dia tahu ada manusia di sini dia pasti marah, kau pasti akan dimakannya. Sebentar lagi dia akan pulang”
Benar. Tiba-tiba seekor naga besar datang. Bute Puru buru-buru di ubah Temiang menjadi sekuntum kembang.
“Hmm….aku mencium bau manusia di sini. Apakah kau melihatnya Temiang.., aku ingin memakannya…hmm…”
“Ti..ti..dak ada manusia ayah...eehh...Aa…ayah…, apakah ayah sayang padaku…” Jawab Temiang ragu.
“Ya…jelas….ada apa putriku…tapi..bau manusia itu sangat dekat dengan kita. Aku jadi lapar..grrhhh”
”Jika Ayah sayang padaku..bolehkah aku memohon sesuatu Ayah..”
”Grrhh... apa yang kau pinta putriku...segala telaga di bumi Sriwijaya inikah? Itu kecil ankakku, Nyawaku pun akan kuberikan padamu..”
”Bukan ayah...bukan itu. Tapii...tapiii..”
”Tapi apa Temiang Putriku..” Potong sang Naga menggelegar. Apakah kau inginkan semua ikan di telaga ini?”
”Tidak ayah.., aku hanya ingin...agar ayah tidak memakan manusia satu saja. Aku..aku meyukainya Ayah, dan aku meyayanginya..Apakah Ayah tidak marah..”
“Oh…ho….ho…baiklah anakku Temiang aku izinkan kau...demi cintaku padamu, nak. Aku lupa kalau kau telah tumbuh dewasa”
Tiba-tiba ”Blep!” Sekuntum bunga itu berubah menjadi seorang laki-laki gagah dan tampan. Singkat cerita si Naga setuju Bute Puru mempersunting Temiang. Akhirnya Bute Puru diizinkan naik ke darat. Alangkah bersuka citanya raja ketika buku undang-undang itu ditemukan kembali dan yang lebih membuat Raja bahagia ternyata pemuda yang gagah perkasa itu adah Bute Puru yang telah berubah atas izin dewa.
“Mana kitab itu anakku..” Sapa Raja.
“Ini ayahanda…” Ketika Bute Puru membuka kotak yang berisi Undang-undang itu, tiba-tiba munculah seorang gadis cantik luar biasa.
“Hai! Siapa pula kau?” Kata raja terkejut.
“Ayahanda.., ini Temiang calon istriku. Dia adalah purti Naga yang telah menyelamatkan kitab kita” Kata Bute Puru. Raja sangat terharu. Akhirnya untuk mengungkapkan kebahagiannya, dipestakanlah Bute Puru dan Temiang, Bute Puru dinobatkan menjadi Raja dan Temiang menjadi permaisurinya. Sementara keenam saudaranya yang jahat, mereka minta maaf pada Bute Puru.Keenamnya menyadari kesalahan mereka. Bute Puru memaafkan mereka dan mengharapkan keenam saudaranya dapat membantunya menjalankan pemerintahan. Akhirnya kerajaan Sriwijaya menjadi kerajaan yang besar dan terkenal di seluruh dunia, berkat kebijakan Bute Pure yang cinta pada rakyatnya***
=================
Digubah kembali oleh RD.Kedum
Sumber manuskrip Suandi Syam & masyarakat Lubuklinggau
--Posted by - Cerita Rakyat Indonesia -
- Cerita Rakyat Indonesia - Updated at: 20.25